APA ARTINYA MENJADI SEBUAH GEREJA ANALOG DALAM ERA DIGITAL?
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia digital telah mengambil alih masyarakat kita hampir di setiap tataran, dan gereja juga mengikuti arus ini – sering kali dalam cara yang tidak kita pahami sepenuhnya. Namun, seiring dengan budaya yang secara umum mulai menerapkan batasan dunia digital, sudah waktunya bagi gereja untuk bertindak tegas. Apakah gereja daring, penggunaan video, dan pencahayaan yang lebih semarak adalah masa depan gereja yang sebenarnya? Bagaimana dengan dampak era digital pada kemuridan, komunitas, dan Alkitab?
Sebagai seorang pendeta di Silicon Valley, Jay Kim telah mengalami gereja digital dengan segala kemegahannya. Dalam Analog Church, ia bergumul dengan dampak-dampak gereja digital; mulai dari ibadah kita dan pengalaman komunitas Kristen, hingga cara kita memaknai Kitab Suci dan sakramen. Mungkinkah dalam upaya kita untuk menjadi relevan dengan era digital saat ini, kita telah mulai mengesampingkan hal-hal penting yang sangat dibutuhkan oleh zaman ini: transendensi? Mungkinkah cara terbaik untuk menjangkau generasi baru sebenarnya ditemukan dalam jalan yang tak lekang oleh waktu? Mungkinkah dalam inti kehidupannya, gereja selalu bersifat analog?
“Alih-alih terus beradaptasi dan menyetujui, [Jay Kim] memanggil kita untuk keluar dari persembunyian di balik dinding-dinding digital kita, untuk menjembatani perpecahan digital, dan untuk menjadi manusia dengan sesama kita dalam waktu yang nyata, ruang yang nyata, dan cara yang nyata. Dia mengundang kita untuk bergerak melampaui relevan menuju transenden.”
—Ruth Haley Barton, penulis dari Sacred Rhythms
Reviews
There are no reviews yet.