INTEGRATING PSYCHOLOGY & CHRISTIANITY : THE ENRICHMENT MODEL [KAREL KARSTEN HIMAWAN, M.PSI & EUNIKE MUTIARA, M.PSI]
Persoalan integrasi antara psikologi dengan iman Kristen akhir-akhir ini sudah mulai mendapat perhatian yang besar.Beberapa kontroversi bermunculan tentang apakah memungkinkan keduanya bersatu. Sejak psikologi menjadi ilmu yang lepas dari filsafat, yakni sejak Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama di dunia pada tahun 1879, secara berangsur-angsur psikologi seolah berkonflik dengan iman Kristen, diantaranya: beberapa tokoh psikologi yang menganggap iman Kristen sebagai suatu determinan atau penyebab gangguan neurotik, teori-teori baru yang mengkultuskan diri sendiri seolah sebagai tuhan, bahkan sampai diterimanya kaum homoseksual sebagai kondisi yang tidak lagi dianggap patologis. Ini merupakan suatu fenomena yang ironis, karena fakta perjalanan sejarah menunjukkan bahwa pada awalnya, psikologi maupun seluruh ilmu-ilmu lain, merupakan ilmu yang dikembangkan dengan salah satu tujuan untuk membantu manusia mengenal siapa Allah melalui ciptaan-Nya, sehingga kelak dapat berguna untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.
Hingga hari ini, bahkan di Indonesia, belum banyak ahli psikologi yang berani secara eksplisit mengintegrasikan keduanya. Dalam melakukan psikoterapi, merefleksikan hidup klien, atau bahkan dalam penelitian, peran agama (Kristen) seringkali diabaikan karena dianggap dapat merusak tatanan konstruk psikologi yang ada. Padahal di sisi lain, berbagai penelitian menunjukkan bahwa spiritualitas dan religiositas berkontribusi positif terhadap kondisi psikologis seseorang.
Reviews
There are no reviews yet.